Ibnu Qayyim Al-Jauziyah bertutur: ”Jika manusia tahu bahwa kematian mengehentikannya dalam beraktivitas, maka ia pasti akan melakukan perbuatan dalam hidupnya yang pahalanya terus mengalir setelah mati.” semoga catatan ini menjadi salah satunya ... bismillah by: www.familyonline-shop.com

Kamis, 11 Juni 2015

Dikarenakan utang, sulit terampuni dosa. Benarkah itu?

kala iitu, kami masih sama sama minim ilmu mengenai hutang ... dulu ketika temen2 seangkatan mulai mencicil rumah, akupun bilang ke abinya harits, "bi, kayaknya kita segera nyari rumah ya, mumpung belum ada anak, atau anak anak belum sekolah, belum butuh banyak biaya"


jreng jreng jreng,

akhirnya saat anak pertama kami harits lahir, abinya harits, langsung survey banyak lokasi buat nyari rumah, dan dapet beberapa, singkat cerita terbelila rumah dengan cicilan 2,1 jt per bulan dengan jangka waktu 10 tahun...


akhir2 ini abinya harits mulai risau terkait hutangnya, beberapa kali bilang "mi, kalo punya rejeki targetnya : bayar hutang rumah, beli mobil, naik haji, ya"

hehe padahal saya yang miskin ilmu ini bebebrapa kali ngerayu, "bi, gaji ummi kan utuh nii (kami hidup sehari hari dari gaji abinya harits yang goolongan II c di pusdiklat, disana jarang ada tambahan dines dan uang lainnya seperti disetjen, alhamdulillah cukup) nah bagaimana kalo kita mencicil mobil dari gaji ummi, biar uangnya ngumpul (hehe selama ini uang sayaa lebih banyak sy kirim ke ortu atau buat beli kebutuhan yang gak terlalu penting.. hihi)

dilain waktu " bi, tanah belakang rumah dijual, bisa lho dibeli dengan mencicil dr gaji ummi, jadi nanti bisa kapan2 ngeluasin rumah kebelakang"

tapi jawaban abinya harits tetap sama " mari kita hidup tenang tanpa hutang, jangan sampai kegiatan keseharian kita jadi diatur oleh utang"

hehe bener aja, sekarang saya baru mengerti kata kata abinya harits... 

sekarang disaat gaji kami yang masih pas pasan (dibanding temen2) --> uang sisa gaji kami kumpulkan untuk modal, dan diusahakan jangan diambil2 biar terkumpul, alhamdulillah kami selalu merasa cukup, bahkan ketika ada rejekin mendadak, alhamdulillah semua bisa dialokasikan untuk modal dulu,
rumah masih berantakan, gadjet suami masih seadanya, penampilan keluar juga seperlunya saja

alhamdulillah Ya Allah doa kami, cukupkanlah kami, berilah kami rasa qanaah, kecukupan atas rizki yang Engkau beri, aamiin

kami gak meminta lebih banyak lebih banyak, kami hanya meminta cukup,

cukup untuk naik haji, cukup untuk beli mobil, cukup untuk punya rumah, cukp untuk mendidik anak2, cukup untuk orang tua, cukup untuk sedekah, dan kecukupan lainnya


aamiin

ini ada artikel di  rumaysho.com tentang utang....
semoga menjadi pengingat bagi diri yang miskin ilmu ini

lagi lagi terimakasih abu harits, atas segala nasehat dan cintamu yang sederhana untukku ...

Kita bisa lihat pelajaran dari hadits berikut.
Dari Abu Qatadah Al Harits bin Rib’i bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah di depan khalayak ramai. Kemudian beliau menyebutkan pada mereka bahwa jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah) dan beriman kepada Allah adalah sebaik-baiknya amalan. Kemudian ada seorang lelaki yang berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Tuan jika saya terbunuh dalam jihad, apakah semua kesalahan saya akan dihapuskan?” Beliau menjawab,
نَعَمْ إِنْ قُتِلْتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ
Benar, jika kamu terbunuh fii sabilillah dalam keadaan sabar, mengharapkan pahala Allah, sedang maju, dan tidak lari mundur ke belakang.” Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang engkau katakan tadi?” Orang itu berkata lagi, “Bagaimana pendapat Tuan jika saya terbunuh dalam jihad, apakah semua kesalahan saya akan dihapuskan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِى ذَلِكَ
Benar, jika kamu terbunuh fii sabilillah dalam keadaan sabar, mengharapkan pahala Allah, sedang maju, dan tidak lari mundur ke belakang. Kecuali kalau engkau memiliki utang. Sesungguhnya Jibril mengatakan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim no. 1885).
Hadits di atas menunjukkan bagaimanakah keutamaan jihad dan manfaat beriman kepada Allah. Keduanya disebut sebagai sebaik-baik amalan. Untuk jihad perlu ada kesabaran, niatannya mengharap pahala dari Allah, bukan untuk mengharap dunia, serta tidak pengecut di medan perang. Disebutkan pula bahwa pengampunan dosa bisa diperoleh dari jihad, namun dengan catatan orang yang berutang harus lepas dari utang.
Apa utang yang dimaksudkan di sini?
Adapun yang tercela dalam hadits adalah orang yang berutang dan mampu melunasi utangnya namun enggan untuk melunasi karena khawatir hartanya berkurang atau hilang. Beda halnya jika tidak mampu atau ada udzur untuk melunasi. Lihat Nuzhatul Muttaqin, hal. 122.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Jika seseorang berperang di jalan Allah dengan sabar, mengharap pahala dari Allah, dan tidak bersifat pengecut di medan perang, maka dosa-dosanya akan terampuni kecuali jika ia memiliki utang. Utang ini tidaklah jadi gugur hanya karena yang berperang itu mati syahid. Karena utang adalah hak sesama manusia. Hak manusia mestilah ditunaikan.
Inilah yang menjadi dalil tentang bahayanya berutang. Tidak pantas bagi seorang muslim meremehkan masalah utang. Namun di zaman ini, utang begitu dijadikan hal yang mudah. Ada orang yang sengaja berutang (dengan kredit) padahal ia sebenarnya tidak butuh dengan barang yang ia beli, yang dibeli hanyalah barang tersier (pelengkap saja). Ia membeli barang tersebut dengan kredit atau semacamnya. Nyatanya, barang ia beli saja tidak ia butuh.
Ada orang miskin juga yang membeli mobil dengan harga 80.000 riyal (240 juta rupiah) padahal sebenarnya ia cukup menyewa saja dengan 20.000 riyal. Namun itulah karena kurangnya peduli pada agama dan lemahnya keyakinan.
Kami nasehatkan bahwa hendaklah seseorang tidak mengambil kredit. Kalau memang dibutuhkan, maka ambillah dengan harga yang paling kecil yang mungkin untuk dilunasi. Kurangilah pula untuk berutang.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 2: 526).
Kami berdoa, moga Allah memberikan kita ketakwaan, menjauhkan diri dari murka Allah dan mencukupkan kita dengan rezeki yang Allah beri.

Selesai disusun di pagi hari penuh berkah di Pesantren Darush Sholihin, 11 Dzulqo’dah 1435 H
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoComInstagram RumayshoCom


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar